Kecendrungan Bunuh Diri

Kecenderungan Orang Melakukan Bunuh Diri
Di kaji dari teori kepribadian

1.      Latar Belakang
Akhir-akhir ini kita sering mendengar banyak dikalangan masyarakat tentang sebuah tren pengambilan keputusan singkat yakni bunuh diri, yang mana dianggapkan bunuh diri adalah merupakan langkah akhir dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Seperti yang pernah  kita dengar pada pemberitaan televisi, terjadi korban bunuh diri pada hari yang sama disebuah mol ternama di Jakarta. Kasus bunuh diri semakin marak akhir-akhir ini. Sebagian besar motifnya karena masalah pribadi, sosial, ekonomi dan keuangan. Kejadian bunuh diri semakin memperlihatkan grafik yang meningkat. banyak kasus-kasus bunuh diri yang terjadi karena faktor kehilangan harapan dan kehilangan tumpuan.
Bunuh diri bisa dilakukan oleh siapa saja baik orang tua, dewasa, remaja maupun anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Fenomena mewabahnya bunuh diri bukan sesuatu yang mengada-ada. Situasi dalam negeri Indonesia yang carut-marut dan rentan terhadap kemelut primordial, ketidakstabilan ekonomi, serta peredaran obat-obatan terlarang dan alkohol yang tak terkendali, adalah beberapa faktor yang berkorelasi positif dengan peningkatan angka bunuh diri di wilayah-wilayah tersebut.
Hingga saat ini tidak ada angka bunuh diri yang benar-benar akurat, yang dapat menggambarkan kondisi keseluruhan. Namun apabila mengamati berbagai angka bunuh diri (dari rumah sakit dan berita dikoran) dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka kasus bunuh diri. Yang perlu dicermati dari fenomena ini adalah mengingatkan adanya kemunduran dalam kualitas kehidupan sosial dalam masyarakat saat ini.
Bunuh diri biasanya dari kekecewaan yang besar karena apa yang diinginkan, dicintai atau diharap-harapkan tidak didapatkan, hal ini sering menimbulkan penyesalan karena kegagalan dan akibatnya timbul keinginan bunuh diri. Menurut penelitian berbagai pihak, kasus bunuh diri memiliki kaitan erat dengan depresivitas, kecuali untuk kasus yang bersifat spiritual. Kehilangan harapan dan kehilangan tumpuan merupakan sumber utama yang menjebak seseorang kedalam kondisi depresi. Hal ini seperti kasus yang terjadi pada seorang ibu dengan 4 orang anak.

Kasus :
Sungguh mengenaskan, seorang ibu muda (Junania Mercy 37) meracuni ke-empat anak-anaknya, memandikan mereka, menyisir rambutnya, kemudian disandingkan bersama-sama dengan rapi diatas tempat tidur. Kemudian baru sang ibu mengakhiri hidupnya dengan minum racun yang sama. Kejadian yang cukup menyayat hati, 4 orang anak kecil itu bagaikan sedang tidur saja, sang ibu ingin anak-anaknya ditemukan dalam keadaan bersih dan rapi. Bisa dibayangkan bahwa ibu itu menyaksikan anaknya sekarat, entah muntah, entah buang-air, entah badannya kejang-kejang karena keracunan. Ia merekamnya dengan sebuah ponsel kemudian ia membersihkannya dan menata mayat anak-anaknya dengan rapi. Waktu yang mungkin cukup panjang prosesnya. Kemudian ia memilih pakaian terbaiknya dan mengakhiri hidupnya. Dan tentu saja mayat sang ibu ketika ditemukan tidak sebersih anak-anaknya.
Ibu Mercy adalah gambaran seorang yang mempunyai tekanan berat, persoalan rumah-tangga, ekonomi dan problem kesehatan anak ke-2nya yang mempunyai penyakit kelainan darah yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Tak tahu kemana lagi harus meminta tolong, dan ia kemudian menjerit dengan jeritan yang tak terungkapkan dengan suara, ia bunuh diri.
2.      Kajian Teori
Menurut The Penguin Dictionary of Psychology, yang dimaksud bunuh diri adalah :
1. A person who intentionally kills himself or herself.
2. The act of taking one's life.
Bunuh diri atau suicide dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin sui caedere yang berarti membunuh diri sendiri adalah tindakan yang ditujukan untuk mengakhiri hidup sang pelaku sendiri. Secara garis besar bunuh diri terjadi karena dua hal:
1.      Bunuh diri irasional; Terjadi karena pengaruh obat (misalnya obat -obatan yang memiliki efek paranoia), atau karena penyakit organik (misalnya schizophrenia yang diikuti oleh waham nihilistik).
2.      Bunuh diri rasional; Terjadi melalui pertimbangan akal, misalnya bunuh diri karena kesulitan ekonomi .
Di sisi lain, ada banyak hal yang melatar belakangi mengapa seseorang atau sekelompok orang melakukan perbuatan ini, yaitu :
1.      Permasalahan Psikologis, seperti depresi, rasa malu (bedakan antara malu dan dilecehkan), rasa takut terhadap sesuatu (sampai dengan tahap phobia). Secara umum bunuh diri karena permasalahan Psikologis adalah kegagalan seseorang melakukan coping (penyesuaian diri) dari permasalahan yang dihadapinya.
2.      Belief System atau sistem kepercayaan di mana orang menafsirkan arti kematian akibat perbuatan bunuh diri dilihat dari sudut pandang keyakinan yang mereka miliki.
3.      Kehormatan Sosial. Pandangan bahwa bunuh diri adalah perbuatan mulia rupanya dipegang teguh oleh bangsa Jepang dengan melihat bahwa bunuh diri adalah cara yang lebih terhormat untuk “hidup” daripada hidup dengan rasa malu.
4.      Bunuh Diri Medis (Euthanasia). Bunuh diri yang satu ini sampai sekarang menjadi kontroversial mengenai legalitasnya. Euthanasia biasanya dilakukan pada pasien yang secara medis tidak mungkin sembuh, atau pasien yang karena sakitnya menderita sakit yang tak tertahankan. Pengorbanan diri untuk tidak menjadi beban bagi orang lain seringkali dijadikan alasan orang melakukan tindakan ini
Emile Durkheim seorang ahli yang pertama sekali mempelajari masalah "suicide" secara sistematis membedakan bunuh diri dalam tiga jenis tergantung pada apa yang mendorong mereka untuk melakukan "self-destruction." Ketiga jenis teresebut adalah altruistic, anomic dan egoistic. Altruistic menyangkut suatu keyakinan yang dianggap benar, membela kehormatan diri atau keluarga, merasa malu atau merasa bertanggungjawab terhadap suatu kesalahan atau kegagalan seperti kasus harakiri. Anomic terjadi pada individu yang mengalami kesepian, merasa terisolasi dan kehilangan tumpuan sosial. Egoistic berkaitan dengan kegagalan, adanya unsur kehilangan harapan, individu putus asa karena tidak mencapai apa yang diinginkannya.3
Sepanjang peradaban manusia motif bunuh diri cukup bervariasi, diantaranya adalah :
1.      Motif yang bersifat spritual (sering terjadi secara masal).
2.      Motif ekonomi dan keuangan.
3.      Motif sosial dan budaya (seperti di Jepang ada faktor budaya, namun harakiri dan kamikaze dipengaruhi juga oleh konsep spiritualitas).
4.      Motif personal.
5.      Motif Keluarga
6.      Motif disintegrasi kepribadian.
3.      Analisa Kasus
Dinamika psikis yang melatar belakangi keputusan bunuh diri yang terjadi pada Bu Mercy. Mengaplikasikan teori psikoanalisis, bunuh diri merupakan bentuk letupan agresi yang bersumber dari instink kehancuran (thanatos). Pada dasarnya, thanatos selalu hidup di dalam diri setiap manusia. Itu sebabnya, seperti halnya keberadaan hasrat untuk menyerang orang lain, sebagian besar individu, untuk tidak mengatakan keseluruhan, sedikit banyak pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Disamping itu adanya dorongan agresivitas yang ada pada bu Mercy, karena mengalami aktivasi sebagai reaksi terhadap situasi tak menyenangkan yang sedang dihadapinya.
Karakteristik umum pada Bu Mercy yang melakukan bunuh diri adalah kesempitan berpikir. Ia begitu kaku, dalam pengertian terpaku pada kerangka berpikirnya sendiri, sekaligus kehilangan orientasi terhadap perspektif-perspektif lainnya.Di dalam kesempitan berpikir dan berperasaan seperti ini, Bu Mercy menjadi begitu impulsif. Manakala impuls bunuh diri meletup, ia cenderung akan terobsesi hingga pada akhirnya merealisasikan obsesi tersebut. Perasaan kalah, tak berdaya, dan merasa tidak terima oleh masyarakat kiranya juga mewarnai batin Bu Mercy.
4.  Penanganan Kasus
Dalam penanganan kasusnya, kita dapat mengkaji melalui beberapa teori kepribadian yang ada baik dari teori clien centered dan eksistensial humanistik, namun sebelum mengarah kepada pandangan teori kepribadian itu adakalanya kita mengingat sebuah pepatah yang mengatakan “lebih baik mencegah dari pada mengobatinya” kata-kata tersebut akan menjadi tolak ukur sebuah proses pencegahan awal melalui konseling bagi seseoarang yang terindikasi mengalami permasalahan dalam hidupnya. Yang berhasil bunuh diri tentunya tidak perlu Pengobatan dan terapi lagi, hanya keluarga yang ditinggal mungkin perlu diperhatikan, karena kajadian ini akan menimbulkan stress pada mereka. Apabila ada kasus seperti Bu Mercy, untuk mengantisipasi agar tidak terjadi percobaan bunuh diri seperti halnya yang dilakukan Bu Mercy, maka orang yang mempunyai masalah tersebut seharusnya diberikan dukungan dan beberapa terapi, Adapun terapi yang kita dapat digunakan adalah:\


1.      Terapi Client Centered
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif. Dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Beberapa konsepsi Rogers tentang hakekat manusia (human being) adalah sebagai berikut:
a.       Manusia tumbuh melalui pengalamannya, baik melalui perasaan, berfikir, kesadaran ataupun penemuan.
b.      Hidup adalah kehidupan saat ini dan lebih dari pada perilaku-perilaku otomatik yang ditentukan oleh kejadian-kejadian masa lalu, nilai-nilai kehidupan adalah saat ini dari pada masa lalu, atau yang akan datang.
c.       Manusia adalah makhluk subyektif, secara esensial manusia hidup dalam pribadinya sendiri dalam dunia subjektif.
d.      Keakraban hubungan manusia merupakan salah satu cara seseorang paling banyak memenuhi kebutuhannya.
e.       Pada umumnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk bebas, spontan, bersama-sama dan saling berkomunikasi.
f.       Manusia memiliki kecenderungan ke arah aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk mengembangkan keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi pemeliharaan dan mempertinggi aktualisasi diri. Dimana, Rogers mengemukakan beberapa pendapatnya sebagai berikut:
-          Kecenderungan aktualisasi diri merupakan motivasi pertahanan utama dari organisme manusia.
-          Merupakan fungsi dari keseluruhan organisme.
-          Merupakan konsepsi luas dari motivasi, termasuk pemenuhan kebutuhan dan motif-motifnya.
-          Kehidupan adalah suatu proses aktif dan memiliki kapasitas untuk aktualisasi diri mereka sendiri.
-          Manusia adalah makhluk yang baik, konstruktif atau reliable, dan menjadi bijaksana karena kemampuan intelektualnya.
Dalam teori kepribadian, Rogers memandang bahwa :
a.       Setiap manusia berada dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah dengan sendiri sebagai pusatnya.
b.      Reaksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya sebagai hal yang dialami dan diterima. Lapangan yang dipersepsi ini bagi individu adalah suatu realitas.
c.       Perilaku organisme pada dasarnya diarahkan oleh usaha-usaha organisme untuk memperoleh kepuasan terhadap kebutuhannya.
d.      Pemahaman perilaku terbaik hanya akan diperoleh melalui atau berdasarkan Frame Of Reference individu itu sendiri.
e.       Cara terbaik dalam mengadopsi perilaku adalah berdasarkan pada konsistensi terhadap self consepnya.
f.       Perilaku pertahanan (diri) menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara organisme dengan self consep.
g.      Penyesuaian yang optimal atau pribadi yang berfungsi sepenuhnya hanya akan terjadi bila self conceft adalah kongruen dengan pengalamannya, dan tindakannya merupakan tendensi aktualisasi diri yang juga merupakan aktualisasi dari self.
Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyaaan secara lebih penuh. Klien sebagai sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih panas bagi dirinya.
Pendekatan client centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan simpati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
Dimana seorang yang mempunyai problem/seorang klien memiliki kemampuan menjadi sadar atas masalah-masalah serta cara mengatasinya. Kepercayaan diberikan sepenuhnya pada kesanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri.
Pada terapi client Centered tidak akan menitik beratkan diagnosis atau penggalian untuk mengali masa lampau si klien. Sebaliknya klien akan didorong untuk secara bebas berbicara tentang perasaan-perasaan gagal, tidak layak hidup serta ketakberdayaan yang kadang-kadang muncul. Terapis akan memberikan kebebasan dan rasa aman untuk mengeksplorasi aspek-aspek yang mengancam dari dirinya. Karena terapis menunjukkan sikap ketulusannya maka akan menimbulkan hubungan yang sangat baik, sehingga klien bisa mengungkapkan perasaan-perasaan kesepian serta depresi yang klien alami.
Dengan terapi ini, klien tidak akan merasa sendirian karena klien memperbolehkan terapis untuk memasuki dunia pribadinya. Sehingga klien akan mampu meningkatkan keyakinannya dan mempercayai kemampuanya dirinya sendiri untuk mengatasi kesulitan-kesulitannya dan menemukan cara hidup yang baru.
Tujuan dari terapi ini adalah menyediakan suatu iklim yang aman dan kondusif bagi eksplorasi diri klien sehingga ia mampu menyadari penghambat dan aspek-aspek pengalaman diri yang sebelumnya diingkari dan didisiorsinya. Serta membantu klien agar mampu bergerak ke arak keterbukaan terhadap pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan perasaan hidup.
2.      Terapi Eksistensial-Humanistik
Konsep dasar terapi eksistensi adalah pada eksistensi manusia itu sendiri pada kehidupan yang dijalaninya dan berusaha memahami keberadaan manusianya di dunia. Eksistensi tidak lain terdiri dari kemungkinan-kemungkinan kita untuk menjalin hubungan dengan apa saja yang kita jumpai. Apa akibatnya jika manusia menolak melaksanakan kebebasannya untuk mewujudkan kemungkinan-kemungkinan eksistensinya. Yang terjadi adalah orang lain akan menguasai perasaan, tingkah laku dan pemikirannya. Walaupun demikian ada batas dimana manusia bisa mewujudkan kemungkinan eksistensinya. Sebagai contoh seorang wanita memiliki perwujudan eksistensi yang berbeda dengan seorang laki-laki, jika kebebasan eksistensi tidak ada batasnya, maka seseorang akan memilih cara yang tidak otentik sehingga akan menimbulkan perasaan bersalah. Seorang individu bukanlah mangsa baik lingkungannya akan tetapi juga bukan merupakan makhluk yang hanya terdiri dari insting, kebutuhan dan dorongan saja. Seorang individu memiliki kebebasan untuk memilih dan ia harus bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri.
Terapi eksistensi berusaha untuk mengesampingkan terlebih dahulu semua hipotesa, analisa dan berbagai klasifikasi. Terapi berupaya menolong klien untuk membebaskan dirinya dari ketakutan dan konflik-konflik yang menyebabkan ia tetap terbelakang dengan cara menemukan kekuatan atau kemauannya sendiri.
Pada saat seorang klien ingin bunuh diri karena merasa sudah tidak dapat menanggung beban hidup diri & keluarganya, seperti kasus bu Mercy. Terapis Eksistensial mungkin memandangnya sebagai simbolik. Karena bukankah berarti klien merasa mati sebagai pribadi, apakah klien menggunakan potensi manusiawinya, apakah klien memilih mati hanya sekedar mengukuhkan kehidupan. Terapis Eksistensial akan mengonfrontasikan klien dengan masalah makna dan maksud dalam hidupnya. Sehingga klien mempunyai alasan untuk ingin melanjutkan hidup & melakukan sesuatu untuk menemukan guna tujuan yang akan membuat dirinya merasa lebih berarti dan hidup, karena dalam terapis konselor akan mengajak klien memahami dirinya sendiri sebagai manusia yang hidup berdampingan dan selalu dihadapkan oleh kenyataan-kenyataan pahit atau manis sehingga mampu eksis dalam kehidupannya.
Perasaan bersalah (kasus: tidak mampu membiayai pengobatan anaknya) adalah kekuatan dominan dalam kehidupan klien. Bagaimanapun banyak dari perasaan bersalahnya yang merupakan perasaan bersalah neurotik karena ia berlandaskan pandangan tentang mengecewakan orang lain dan bukan memenuhi pengharapan mereka. Klien harus belajar bahwa perasaan bersalah akan berguna jika berlandaskan kesadarannya atas penyia-nyian potensinya sendiri. Terapi eksistensial akan melihat harapan klien dalam belajar untuk menemukan keterpusatannnya sendiri dan dalam hidup dengan nilai-nilai yang dipilih dan diciptakannya sendiri. Dia juga bisa berhubungan dengan orang lain dengan kekuatannya sendiri untuk membentuk suatu hubungan yang dependen.
Tujuan dari terapi ini adalah menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab arah kehidupannya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

cara belajar efektif